Jumat, 27 Februari 2015

PPRI NOMOR 2 TAHUN 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2003
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Mengingat:
1.              Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.              Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.              Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.              Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.              Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4.              Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin.
5.              Tindakan disiplin adalah serangkaian teguran lisan dan/atau tindakan fisik yang bersifat membina, yang dijatuhkan secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
6.              Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak menghukum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Disiplin.
7.              Penempatan dalam tempat khusus adalah salah satu jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah melakukan pelanggaran disiplin dengan menempatkan terhukum dalam tempat khusus.
8.              Sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
9.              Atasan adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi dari pada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lain.
10.          Atasan langsung adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena jabatannya mempunyai wewenang langsung terhadap bawahan yang dipimpinnya.
11.          Atasan tidak langsung adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak mempunyai wewenang langsung terhadap bawahan.
12.          Bawahan adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pangkat dan/atau jabatannya lebih rendah dari Atasan.
13.          Atasan yang berhak menghukum, selanjutnya disingkat Ankum, adalah atasan yang karena jabatannya diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahan yang dipimpinnya.
14.          Atasan Ankum adalah atasan langsung dari Ankum.
15.          Provos adalah satuan fungsi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
16.          Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

Pasal 2
(1)            Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi:
a.              Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
b.              mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tunduk pada hukum yang berlaku bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)            Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang menjalani pidana penjara.

BAB II
KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN SANKSI

Pasal 3
Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
a.              setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara, dan Pemerintah;
b.              mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan kepentingan negara;
c.              menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d.              menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
e.              hormat-menghormati antar pemeluk agama;
f.                menjunjung tinggi hak asasi manusia;
g.              menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;
h.              melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan dan/atau merugikan negara/ pemerintah;
i.                bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat;
j.                berpakaian rapi dan pantas.

Pasal 4
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
a.              memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
b.              memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat;
c.              menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.              melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab;
e.              memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f.                menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
g.              bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
h.              membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;
i.                memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya;
j.                mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja;
k.              memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karier;
l.                menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang;
m.            menaati ketentuan jam kerja;
n.              menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaik-baiknya;
o.              menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

Pasal 5
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a.              melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.              melakukan kegiatan politik praktis;
c.              mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d.              bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara;
e.              bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f.                memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g.              bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan;
h.              menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;
i.                menjadi perantara/makelar perkara;
j.                menelantarkan keluarga.

Pasal 6
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a.              membocorkan rahasia operasi kepolisian;
b.              meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;
c.              menghindarkan tanggung jawab dinas;
d.              menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi;
e.              menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya;
f.                mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;
g.              menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
h.              mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak;
i.                menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;
j.                berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani;
k.              memanipulasi perkara;
l.                membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan, dan/atau kesatuan;
m.            mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi petugas dengan pangkat dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
n.              mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara;
o.              melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya;
p.              melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi, atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
q.              menyalahgunakan wewenang;
r.               menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;
s.              bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
t.               menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas;
u.              memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan, atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat berharga milik dinas secara tidak sah;
v.               memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya;
w.             melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
x.              memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 7
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.

Pasal 8
(1)            Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik.
(2)            Tindakan disiplin dalam ayat (1) tidak menghapus kewenangan Ankum untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.

Pasal 9
Hukuman disiplin berupa:
a.              teguran tertulis;
b.              penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;
c.              penundaan kenaikan gaji berkala;
d.              penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;
e.              mutasi yang bersifat demosi;
f.                pembebasan dari jabatan;
g.              penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Pasal 10
(1)            Bilamana ada hal-hal yang memberatkan pelanggaran disiplin, penempatan dalam tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, dapat diperberat dengan tambahan maksimal 7 (tujuh) hari.
(2)            Hal-hal yang memberatkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila pelanggaran dilakukan pada saat:
a.              negara atau wilayah tempat bertugas dalam keadaan darurat,
b.              dalam operasi khusus kepolisian, atau
c.              dalam kondisi siaga.

Pasal 11
(1)            Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dijatuhkan secara kumulatif.
(2)            Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif.

Pasal 12
(1)            Penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan pidana.
(2)            Penjatuhan hukuman disiplin gugur karena pelanggar disiplin:
a.              meninggal dunia,
b.              sakit jiwa yang dinyatakan oleh dokter dan/atau badan penguji kesehatan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 13
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB III
PENYELESAIAN PELANGGARAN DISIPLIN

Pasal 14
(1)            Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)            Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam sidang disiplin.
(3)            Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan Disiplin melalui sidang disiplin merupakan kewenangan Ankum.

Pasal 15
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan disiplin adalah:
a.              atasan langsung;
b.              atasan tidak langsung; dan
c.              anggota Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.

Pasal 16
(1)            Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin adalah:
a.              Ankum, dan/atau
b.              Atasan Ankum.
(2)            Atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berwenang memeriksa dan memutus atas keberatan yang diajukan oleh terhukum.
(3)            Ankum di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara berjenjang adalah sebagai berikut:
a.              Ankum berwenang penuh,
b.              Ankum berwenang terbatas, dan
c.              Ankum berwenang sangat terbatas.
(1)            Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 17
(1)            Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, Ankum wajib memeriksa lebih dahulu anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.
(2)            Pejabat yang berwenang memeriksa pelanggaran disiplin adalah:
a.              Ankum,
b.              Atasan langsung,
c.              Atasan tidak langsung,
d.              Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau
e.              Pejabat lain yang ditunjuk oleh Ankum.

Pasal 18
(1)            Apabila atas pertimbangan Ankum pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dijatuhi hukuman disiplin, maka pemeriksaan dilakukan melalui sidang disiplin.
(2)            Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara intern.

Pasal 19
Ankum berwenang memerintahkan Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.

Pasal 20
Ankum berwenang memerintahkan diselenggarakannya sidang disiplin terhadap anggotanya yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.

Pasal 21
Sebelum melaksanakan Sidang Disiplin, Ankum meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang disiplin.

Pasal 22
Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang:
a.              melakukan pemanggilan dan pemeriksaan;
b.              membantu pimpinan menyelenggarakan pembinaan dan penegakan disiplin, serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c.              menyelenggarakan sidang disiplin atas perintah Ankum;
d.              melaksanakan putusan Ankum.

Pasal 23
Ankum menyelenggarakan Sidang Disiplin paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima Daftar Pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran Disiplin dari satuan fungsi Provos.
Pasal 24
Dalam penjatuhan hukuman disiplin perlu dipertimbangkan:
a.              situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu terjadi;
b.              pengulangan dan perilaku sehari-hari pelanggar disiplin;
c.              terwujudnya keadilan dan mampu menimbulkan efek jera, serta tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 25
Penyelesaian perkara pelanggaran disiplin dilaksanakan melalui tahapan:
a.              laporan atau pengaduan;
b.              pemeriksaan pendahuluan;
c.              pemeriksaan di depan sidang disiplin;
d.              penjatuhan hukuman disiplin;
e.              pelaksanaan hukuman;
f.                pencatatan dalam Data Personel Perseorangan.

Pasal 26
Sidang Disiplin dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada satuan kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 27
Satuan kerja yang berwenang melaksanakan sidang disiplin, susunan keanggotaan dan perangkat sidang disiplin diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 28
Apabila pelanggar disiplin tidak diketahui keberadaannya, setelah melalui prosedur pencarian menurut ketentuan dinas yang berlaku, maka dapat dilakukan sidang disiplin tanpa kehadiran pelanggar.

Pasal 29
(1)            Hukuman disiplin ditetapkan dengan Surat Keputusan Hukuman Disiplin dan disampaikan kepada terhukum.
(2)            Provos melaksanakan putusan sidang disiplin yang berupa penempatan dalam tempat khusus.
(3)            Ankum berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan sidang disiplin kepada atasan Ankum.
(4)            Surat Keputusan Hukuman Disiplin dicatat dalam Data Personel Perseorangan yang bersangkutan.

Pasal 30
(1)            Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan.
(2)            Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan tertulis kepada atasan Ankum melalui Ankum dengan mencantumkan alasan keberatan.
(3)            Tenggang waktu pengajuan keberatan paling lama 14 (empat belas) hari setelah terhukum menerima putusan hukuman disiplin.
(4)            Ankum wajib menerima pengajuan keberatan dari terhukum dan meneruskannya kepada atasan Ankum.

Pasal 31
(1)            Apabila keberatan terhukum ditolak seluruhnya, maka atasan Ankum menguatkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(2)            Apabila keberatan terhukum diterima seluruhnya, maka atasan Ankum membatalkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(3)            Apabila keberatan terhukum diterima sebagian, maka atasan Ankum mengubah putusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(4)            Atasan Ankum berwenang menolak atau mengabulkan seluruh atau sebagian keberatan dengan memperhatikan pendapat dan saran dari satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(5)            Putusan atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan.
(6)            Surat Keputusan atasan Ankum terhadap pengajuan keberatan terhukum sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), dan (3), disampaikan kepada pemohon keberatan.
(7)            Putusan atasan Ankum atas keberatan terhukum, merupakan keputusan akhir.

Pasal 32
(1)            Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 berlaku:
a.              apabila dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhukum tidak mengajukan keberatan, maka putusan yang dijatuhkan Ankum berlaku pada hari ke-15 (kelima belas);
b.              apabila ada keberatan dari terhukum, maka putusan hukuman mulai berlaku sejak tanggal putusan atas keberatan itu diputuskan.
(2)            Dalam hal terhukum tidak hadir dalam sidang disiplin dan/atau setelah dilakukan pencarian terhadap terhukum untuk menyampaikan hasil putusan hukuman disiplin tidak ditemukan, maka putusan hukuman disiplin tersebut berlaku sejak hari ke-30 (ketiga puluh) terhitung mulai tanggal keputusan itu diputuskan.

BAB IV
PELAKSANAAN PENEMPATAN DALAM TEMPAT KHUSUS

Pasal 33
(1)            Penempatan dalam tempat khusus ditentukan oleh Ankum.
(2)            Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditempatkan dalam tempat khusus dilarang meninggalkan tempat khusus tersebut kecuali atas izin Ankum.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34
Hal lain yang bersifat sangat teknis dan belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 35
Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan tetap berlaku.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Januari 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Januari 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 2

UNDANG UNDANG NO. 2 TAHUN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.     bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.     bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c.  bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing;
d.     bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah tidak memadai dan perlu diganti untuk disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum serta ketatanegaraan Republik Indonesia;
e.   sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Mengingat :
1.       Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3.  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4.    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);


Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
  1.      Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2.      Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
  3.       Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
  4.        Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  5.       Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
  6.       Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
  7.       Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
  8.       Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
  9.       Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
10.     Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
11.     Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
12.     Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
13.     Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
14.     Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

Pasal 2
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 3
(1)  Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh :
     a.              kepolisian khusus;
     b.             penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau
     c.              bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
(2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Pasal 4
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 5
(1)  Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
(2)  Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

BAB II
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 6
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran dan fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7
Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 8
(1)  Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
(1)   Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis kepolisian.
(2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas :
a. penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 10
(1) Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hierarki.
(2) Ketentuan mengenai tanggung jawab secara hierarki sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 11
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 12
(1) Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan fungsional yang pejabatnya diangkat dengan Keputusan Kapolri.
(2) Jabatan fungsional lainnya di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia ditentukan dengan Keputusan Kapolri.

BAB III
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 13
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
       a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
       b. menegakkan hukum; dan
       c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14
(1)  Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
   a.        melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b.         menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c.          membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d.          turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e.         memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f.          melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g.         melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h.         menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i.           melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j.            melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k.         memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l.           melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
                                  
(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:
a.       menerima laporan dan/atau pengaduan;
b.      membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c.       mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d.      mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e.      mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
f.        melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
g.       melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h.      mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i.         mencari keterangan dan barang bukti;
j.        menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k.       mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l.         memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m.    menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang :
       a.       memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat 
              lainnya;
        b.      menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
        c.       memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
        d.      menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
        e.      memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
        f.     memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang      
            jasa pengamanan;
        g.       memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas 
               pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
        h.      melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas 
              kejahatan internasional;
        i.         melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah 
               Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
        j.        mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
        k.        melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :
a.       melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b.      melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c.       membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d.      menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e.      melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.        memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g.       mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h.      mengadakan penghentian penyidikan;
i.         menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j.   mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k.       memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l.         mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b.      selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c.       harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d.      pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e.      menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18
(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundangundangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.

BAB IV
ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 20
(1) Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri atas :
      a. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
      b. Pegawai Negeri Sipil.
(2) Terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

Pasal 21
(1) Untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia seorang calon harus memenuhi syarat sekurang-kurangnya sebagai berikut :
a.       warga negara Indonesia;
b.      beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.    setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.      berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
e.      berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun;
f.        sehat jasmani dan rohani;
g.       tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan;
h.      berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
i.         lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan anggota kepolisian.
(2) Ketentuan mengenai pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 22
(1)Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, seorang calon anggota yang telah lulus pendidikan pembentukan wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 23
Lafal sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam Pasal 22 adalah sebagai berikut :
"Demi Allah, saya bersumpah/berjanji : bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasatya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah; bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya".

Pasal 24
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalani dinas keanggotaan dengan ikatan dinas.
(2) Ketentuan mengenai ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 25
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberi pangkat yang mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam penugasannya.
(2) Ketentuan mengenai susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat-pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 26
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan layak.
(2) Ketentuan mengenai gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27
(1) Untuk membina persatuan dan kesatuan serta meningkatkan semangat kerja dan moril, diadakan peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.
(3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Pasal 29
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat.
(2) Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia 58 (lima puluh delapan) tahun dan bagi anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat dipertahankan sampai dengan 60 (enam puluh) tahun.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PEMBINAAN PROFESI

Pasal 31
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi.

Pasal 32
(1) Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya di bidang teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut.
(2) Pembinaan kemampuan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan KapolriPasal 33 Guna menunjang pembinaan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan pengkajian, penelitian, serta pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian.

Pasal 34
(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 35
(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 36
(1) Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pengemban fungsi kepolisian lainnya wajib menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam mengemban fungsinya.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, pengeluaran, pemakaian, dan penggunaan tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Kapolri.

BAB VI
LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL

Pasal 37
(1) Lembaga kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(2) Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Presiden.

Pasal 38
(1) Komisi Kepolisian Nasional bertugas :
a. membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi Kepolisian Nasional berwenang untuk :
a. mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengembangan sumber daya manusia Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pengembangan sarana dan prasarana Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang profesional dan mandiri; dan
c. menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden.

Pasal 39
(1) Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris merangkap anggota dan 6 (enam) orang anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari unsur-unsur pemerintah, pakar kepolisian, dan tokoh masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tata kerja, pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Kepolisian Nasional diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 40
Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas Komisi Kepolisian Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB VII
BANTUAN, HUBUNGAN, DAN KERJA SAMA

Pasal 41
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang, Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 42
(1) Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan badan, lembaga, serta instansi di dalam dan di luar negeri didasarkan atas sendi-sendi hubungan fungsional, saling menghormati, saling membantu, mengutamakan kepentingan umum, serta memperhatikan hierarki. (2) Hubungan dan kerja sama di dalam negeri dilakukan terutama dengan unsur-unsur pemerintah daerah, penegak hukum, badan, lembaga, instansi lain, serta masyarakat dengan mengembangkan asas partisipasi dan subsidiaritas.
(3) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan terutama dengan badan-badan kepolisian dan penegak hukum lain melalui kerja sama bilateral atau multilateral dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugas operasional maupun kerja sama teknik dan pendidikan serta pelatihan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :
a. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
b. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang diperiksa baik di tingkat penyidikan maupun pemeriksaan di pengadilan militer dan belum mendapat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan peradilan militer.
c. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang belum diperiksa baik di tingkat penyidikan maupun pemeriksaan di pengadilan militer berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan peradilan umum.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3710) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 45
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 2