Jumat, 16 Februari 2018

PERKAP NO. 1 TAHUN 2009

Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.



Polisi sebagai aparat yang utamanya bertanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan tugasnya akan selalu dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berubah-ubah sejalan dengan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebagai aparat negara pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, maka Polisi harus selalu bisa memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Berbagai macam program dan petunjuk teknis ( Juknis ) pun telah dikeluarkan oleh POLRI dengan tujuan untuk membentuk sosok POLRI yang humanis, berwibawa dan profesional. Untuk itu dalam penanganan unjuk rasa, POLRI sudah menggunakan istilah baru, bukan lagi dinamakan penanganan unjuk rasa tetapi menjadi “pelayanan unjuk rasa”.
POLRI sangat menyadari akan posisinya di masyarakat, dibenci sekaligus dirindu. Oleh karena itu, tolak ukur keberhasilan POLRI sebenarnya sangat mudah, yaitu kepuasan masyarakat . POLRI harus mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat walaupun tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak namun kami akan berusaha memberikan yang terbaik. Untuk itu, semua kembali kepada masyarakat untuk memberikan penilaian kepada POLRI, apakah tekad dan niat untuk berubah sudah menjadi kenyataan atau masih sebatas jargon saja.
Ketika terjadi bentrokan antara massa dan petugas POLRI dalam berbagai kejadian unjuk rasa ataupun peristiwa “chaos” lainnya, seringkali menimbulkan banyak korban baik dari pihak massa, masyarakat atau bahkan petugas itu sendiri. Namun bila kita melihat pemberitaan di media televisi atau surat kabar, yang sering jadi topik hangat adalah ketika anggota POLRI tengah melakukan tindakan kekerasan. Sebaliknya, ketika petugas yang menjadi korban, sering kali luput dari perhatian dan malahan sering terabaikan. Apabila Polisi yang menjadi korban, lantas kurang mempunyai nilai pemberitaan yang tinggi?
Bagi korban di pihak massa sudah pasti berlaku Hak Asasi Manusia, namun bagaimana dengan Polisinya, apakah ia tidak mempunyai HAM juga atau semacam HAP (Hak Asasi Polisi) karena pada saat menjalankan tugas, hakekatnya ia bertindak atas nama hukum. Terlepas dari itu semua, terhadap anggota yang melakukan pelanggaran, pasti ditindak tegas. Pimpinan POLRI juga sangat menyadari bahwa dalam rangka meningkatkan moril serta semangat tugas bagi personilnya perlu juga diberikan suatu aturan untuk melindungi petugas ketika ia tengah melaksanakan pekerjaannya.
Dalam rangka menegakkan hukum dan menciptakan keamanan dan ketertiban, maka POLRI kadang kala harus menggunakan suatu tindakan yang dinamakan Tindakan Kepolisian. Agar tindakan ini terukur, mempunyai standar dan dapat dipertanggungjawabkan, maka selanjutnya POLRI mengeluarkan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Peraturan Kapolri ini selanjutnya kita singkat dengan Perkap sudah diundangkan dalam Lembaran Negara dan disahkan oleh Menkumdang dan dapat diakses oleh siapa saja sehingga dengan keterbukaan ini diharapkan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian ini dapat diketahui secara umum sehingga membantu POLRI dalam mengawasi pelaksanaan tugas anggotanya serta ke dalam POLRI juga akan berhati-hati dalam bertindak menggunakan kekuatannya. Kesalahan prosedur akan berarti hukuman, dan juga sebaliknya, apabila tindakan kekerasan terjadi namun dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan Perkap ini, maka personil tersebut akan mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum.
Perkap ini terdiri dari 7 Bab dan 17 pasal dan ditandatangani oleh Kapolri pada tanggal 13 Januari 2009. Adapun tujuan Perkap ini dibuat adalah untuk memberikan pedoman bagi anggota POLRI dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan kekuatan sehingga terhindar dari tindakan yang berlebihan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam Perkap ini adalah:
A. Enam Prinsip Penggunaan Kekuatan, yaitu:
  1. Legalitas (harus sesuai hukum)
  2. Nessesitas ( penggunaan kekuatan memang perlu diambil)
  3. Proporsionalitas (dilaksanakan seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tindakan POLRI)
  4. Kewajiban Umum (Petugas bertindak dengan penilaiaannya sendiri berdasarkan situasi & kondisi yang bertujuan menciptakan kamtibmas)
  5. Preventif (mengutamakan pencegahan)
  6. Masuk akal (tindakan diambil dengan alasan yang logis berdasarkan ancaman yang dihadapi)
B. Enam Tahapan Penggunaan Kekuatan:
  1. Kekuatan yang memiliki dampak deteren (berupa kehadiran aparat POLRI atau kendaran dengan atribut POLRI atau lencana)
  2. Perintah lisan (ada komunikasi atau perintah, contoh : “POLISI, jangan bergerak!”)
  3. Kendali tangan kosong lunak (dengan gerakan membimbing atau kuncian tangan yang kecil timbulkan cedera fisik)
  4. Kendali tangan kosong keras (ada kemungkinan timbulkan cedera, contoh dengan bantingan atau tendangan yang melumpuhkan)
  5. Kendali senjata tumpul (Sesuai dengan perlawanan tersangka, berpotensi luka ringan, contoh dengan menggunakan gas air mata dan tongkat polisi)
  6. Kendali dengan menggunakan senjata api (tindakan terakhir dengan pertimbangan membahayakan korban, masayarakat dan petugas)
C. Enam tingkat perlawanan tersangka atau massa:
  1. Perlawanan tingkat 1 (contoh diam ditempat dengan duduk ditengah jalan)
  2. Perlawanan tingkat 2 (berupa ketidak patuhan lisan dengan tidak mengindahkan himbauan polisi)
  3. Perlawanan tingkat 3 (perlawanan pasif dengan tidur di jalan dan diam saja walau duperintahkan bergeser hingga harus diangkat petugas)
  4. Perlawanan tingkat 4 (bertindak defensif dengan menarik, mengelak atau mendorong)
  5. Perlawanan tingkat 5 (bertindak agresif dengan memukul atau menyerang korban, petugas atau masyarakat lain)
  6. Perlawanan tingkat 6 (bertindak dengan ancaman yang dapat sebabkan luka parah atau kematian bagi korban, petugas dan masyarakat)
Dengan mengacu pada prinsip dan level-level tindakan dan perlawanan di atas, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa POLRI dalam melaksanakan tugasnya berupa penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus mempedomani 6 prinsip tadi, menggunakan kekuatan sesuai dengan level ancaman yang dihadapi. Dan apabila tindakan yang lebih lunak sudah tidak efektif lagi, maka penggunaan senjata api merupakan opsi terakhir karena dalam kondisi demikian keselamatan korban, petugas dan masyarakat lain sudah terancam.
Hal lain yang menarik dalam Perkap ini adalah dalam pasal 13 ayat 2 dinyatakan bahwa petugas POLRI di lapangan saat menerima perintah dari atasannya namun tidak melaksanakannya karena si petugas beranggapan bahwa tindakan sang atasan bertentangan dengan peraturan, maka dalam kondisi demikian, dibenarkan untuk tidak mengikutinya.
Akhirnya, marilah sama-sama kita saksikan bagaimana pelaksanannya nanti dan semoga dengan adanya Perkap ini akan semakin memudahkan Polri dalam menunaikan tugasnya memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan pada masyarakat serta menciptakan situasi Kamtibmas yang kondusif dengan dukungan dari berbagai pihak terutama masyarakat.

Kamis, 19 Maret 2015

DASAR PHH

    DETASEMEN B


DASAR PHH
(PENANGGULANGAN HURU-HARA)

1.          Pengertian-pengertian
a.           Penyampaian   Pendapat   di Muka   Umum   :   adalah  hak  setiap  warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan dan tulisan secara bebas dan bertanggung-jawab sesuai dengan ketentuan Per-Undang-Undangan yang berlaku.
b.           Kerumunan Massa adalah suatu kegiatan massa yang timbul karena direncanakan atau tidak direncanakan.
c.           Kerusuhan Massa adalah keadaan kacau yang disebabkan oleh massa yang berkumpul  yang   kemudian   melakukan   pelanggaran   Hukum, sehingga mengganggu ketertiban umum (melakukan pembakaran, pencurian, penganiayaan dan lain-lain).
d.           Pengendalian massa dari sudut pandang Polri adalah suatu kegiatan dengan melakukan perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap sekelompok masyarakat yang sedang menyampaikan pendapat atau menyampaikan aspirasinya di depan umum guna mencegah masuknya pengaruh pihak-pihak tertentu atau Provokator.

2.          Dasar Hukum
a.           UU Nomor : 2  tahun 2002 tentang Tugas Pokok Peranan Polri.
b.           UU Nomor : 9 tahun 1998 tentang Tata Cara Penyampaian Pendapat di depan Umum.
c.           UU Nomor : 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
d.           UU Nomor : 9 tahun 1999 tentang HAM.
e.           Peraturan Kapolri No.Pol : 6 Th 2005 tentang Pedoman tindakan bagi  anggota Polri dalam penggunaan kekuatan
f.            Surat Keputusan Kakorbrimob No.Pol : Skep / 73 / VII / 2006 tanggal 18 Juli  2006 tentang Buku Pedoman Pelaksanaan Penanggulangan Huru – Hara Brimob Polri
g.           Peraturan Kapolri No.Pol : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

3.          Karakteristik Unjuk Rasa
Karakteristik unjuk rasa dapat diuraikan dari beberapa aspek, sebagai berikut :
a.           Pernyataan aspirasi tertentu.
b.           Dilakukaan ditempat umum yang mudah dilihat.
c.           Mengandung suatu pesan, berisi ; undangan, protes, baik secara lisan, tulisan ataupun cara lain.
d.           Menggunakan cara yang menarik perhatiaan orang, baik secara lisan, tulisan ataupun cara lain.
e.           Tidak bersifat Destruktif.
f.            Pelakunya cenderung emosional.

4.          Tugas Pokok dan Peranan
Tugas Pokok dan  Peranan Satuan PHH, sebagai berikut :
a.           Mencegah meluasnya Huru Hara.
b.           Membubarkan Gerombolan Perusuh.
c.           Menangkap Pelaku / Biang Keladi.
d.           Berperan menindak Huru Hara untuk mengembalikan Kamtibmas.
e.           Berperan melindungi Jiwa Manusia dan Hak Milik Benda.
f.            Berfungsi sebagai Alat Kekuasaan Sipil.

5.          Kewajiban
Kewajiban Polri dalam menghadapi :
a.           Unjuk Rasa.
1)          Mengamankan pelaku dari pihak lain.
2)          Mengamankan   kegiatan   unjuk   rasa   dan   tidak   menganggu kepentingan pihak lain.
3)          Mencegah terjadinya tindak pidana.
4)          Mencegah agar tidak berkembang menjadi kerusuhan.
5)          Menindak apabila ada oknum yang melakukan tindak pidana.
6)          Menindak sesuai dengan Hukum.
7)          Menghormati HAM.

b.           Kerusuhan.
1)          Mencegah agar tidak meluas / blokir.
2)          Menangkap pelaku, proses sesuai dengan ketentuan Hukum.
3)          Membubarkan massa.
4)          Menolong korban.
5)          Mentaati prosedur.
6)          Menghormati HAM.

6.          Macam – macam perlengkapan PHH
a.    Pengertian masing-masing perlengkapan
1)          Alat Penyemprot massa (Ifex) adalah teknologi impulse (pendorong) dimana air ditembakkan dari tabung teknologi impulse dengan kecepatan tinggi, yang menghasilkan hentakan atau semprotan yang pendek dan mempunyai daya kejut kuat.
2)          Gas air mata adalah suatu zat kimia yang berupa gas yang menimbulkan efek sesaat yang dapat mengganggu penglihatan, pernapasan dan iritasi kulit namun tidak berbahaya bagi kesehatan.
3)          Tameng Sekat adalah alat pelindung yang mempunyai tinggi 160 cm lebar 80 cm, berwarna hitam dan berfungsi melindungi pasukan PHH dari tindakan massa yang  melawan hukum.
4)          Tongkat  Lecut  hitam  adalah  tongkat  rotan  berwarna  hitam dengan garis tengah 2 cm dengan panjang 90 cm yang dilengkapi dengan tali pengaman pada bagian belakang tongkat, aman digunakan untuk melecut / memukul bagian tubuh dengan ayunan satu tangan kecepatan sedang.
5)          Tongkat Panjang hitam adalah tongkat rotan berwarna hitam  dengan garis tengah 3 cm dengan panjang 200 cm, aman digunakan untuk mendorong pelaku huru – hara yang akan melawan petugas.
6)          Kedok Gas (gas masker) adalah pelindung wajah dari efek gas air mata yang dilemparkan ke massa pengunjuk rasa.
7)          Pelontar granat (Granat Launcher) adalah Alat pelontar yang digunakan untuk menembakkan granat gas air mata.
8)          Kendaraan Taktis disingkat Rantis Brimob adalah jenis kendaraan yang dirancang dan disiapkan untuk mampu mengatasi tantangan tugas tertentu, antara lain : kondisi medan yang berat, serangan senjata api dan bahan peledak, amukan massa perusuh, penyelenggaraan system komunikasi operasi di lapangan dan tugas – tugas lain yang akan sulit dipenuhi oleh jenis kendaraan biasa.
9)          Kendaraan Taktis Pengurai Massa (Armoured Water Cannon) disingkat AWC adalah Kendaraan yang berguna menyemprotkan air yang bertujuan membubarkan massa.
10)      Kendaraan Taktis Penyelamat (Armoured Personnel Carrier) disingkat Rantis APC adalah pengangkut personil dalam rangka penyelamatan.
11)      Kawat penghalang massa (Security Barrier) adalah Gulungan kawat berduri yang disusun secara spiral yang berfungsi sebagai penghalang antara massa dengan petugas dan obyek vital.
12)      Tabung pemadam api adalah Alat yang dilengkapi dengan selang penyemprot dan digunakan untuk memadamkan api.
b.    Perlengkapan perorangan dan satuan
1)          Perlengkapan dasar perorangan.
a)          Seragam.
b)          Alat pelindung badan.
c)          Tameng hitam dan Tameng sekat
d)          Tongkat lecut dan dorong
e)          Helm.
f)            Borgol.
g)          Masker
h)          P 3 K.
i)            Hand Gas (tersembunyi).
2)          Perlengkapan Dan Ru.
Selain perlengkapan perorangan ditambah radio (HT).
3)         Perlengkapan Dan Ton.
Selain perlengkapan perorangan ditambah radio (HT) dan Mega Phone.
4)         Perlengkapan Dan Kie.
Selain perlengkapan perorangan ditambah radio (HT) dan Mega Phone.
5)         Perlengkapan Kesatuan.
a)          Perlengkapan Regu :
(1)        PMK.
(2)        Borgol Plastik.
b)          Perlengkapan  Pleton  dan Kompi :
(1)        Granat gas air mata.
(2)        Super 7.
(3)        Laras licin
(4)        Paperball
(5)        Ipek
c)          Perlengkapan Pendukung :
(1)        Kendaran angkut pasukan.
(2)        Kendaraan angkut tahanan.
(3)        Kendaraan Komando.
(4)        Kendaraan penyelamat massa
(5)        Kendaraan pengurai massa
(6)        Kendaraan kawat penghalang massa
(7)        Helikopter.
(8)        Kendaraan materiil.

(9)        Ambulan